Sengaja saya memakai istilah ‘kaweruh’ artinya pengetahuan supaya berbeda dengan ‘ilmu’ yang bernuansa supranatural atau kesaktian. Sedangkan ‘wisesa jati’ adalah penguasaan yang sejati atau pengendalian.
Jadi maksud dari kaweruh wisesa jati adalah pengetahuan tentang pengendalian, mulai dari mengendalikan diri sendiri maupun mengendalikan alam yang tujuannya adalah mengendalikan hidup pribadi.
Kaweruh wisesa jati adalah suatu pemahaman tentang supranatural, spiritual maupun filsafat orang jawa dalam sudut pandang mindseting dan sugesti.
Bukan untuk meng-ilmiah-kan budaya jawa tetapi hanya sebuah pemahaman dengan logika jaman sekarang apakah adat dan tradisi jawa yang detail, rumit dan sarat dengan filosofi namun kadang tersamar dalam kiasan itu masih relevan dengan era global yang serba praktis, cepat dan langsung ke tujuan.
Pemahaman ini dirangkum dari berbagai sumber baik yang tersurat dan tersirat dalam primbon, tembang, kidung dan sebagainya maupun yang tersamar dalam ritual, laku dan cara hidup orang jawa. Mungkin sangat berbeda sekali pokok bahasannya karena memang saya mengamati dari sisi dan sudut pandang yang berbeda dari biasanya.
Kaweruh wisesa jati adalah pengetahuan terapan maksudnya adalah pengetahuan untuk dijalani sehari-hari seperti sebuah ‘laku’ dalam tradisi jawa.
Adapun tujuan dari laku ini adalah untuk meningkatkan kemampuan didalam pengendalian dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pengendalian diri pribadi.
Meliputi mengenal ‘sejatining pribadi’ , pengendalian perilaku, memanfaatkan chakra, self healing, self motivation, dsb.
2. Pengendalian alam.
Meliputi mengenal alam semesta, memanfaatkan energi alam semesta, dsb.
3. Pengendalian Hidup.
Meliputi manunggaling kawulo gusti, memproyeksikan kehidupan masa depan, me-wiradati kodrat dsb.
Yang mana akan dicapai sebuah kehidupan yang selaras dengan alam dan seimbang antara kehidupan jasmani & rohani atau material & spiritual.
Meskipun menggunakan istilah pengendalian bukan berarti mensejajarkan diri dengan kekuasaan Tuhan tetapi justru sebaliknya untuk lebih mengerti tentang system yang diciptakan Tuhan untuk alam semesta ini sehingga kemampuan dalam memahami dan mengendalikan adalah berdasarkan atas rasa kepasrahan total atas kekuasaan Tuhan. Karena bagaimanapun juga semua kejadian di dunia ini adalah terjadi atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
I. Hidup Selaras dengan alam.
Tuhan menciptakan alam semesta termasuk didalamnya adalah manusia, dengan suatu system yang sempurna untuk mengendalikan, merawat dan menjaga system tersebut tetap berjalan. Dengan adanya system tersebut maka kinerja dari alam semesta dijalankan secara otomatis, terus menerus dan saling berkait sesuai apa yang sudah menjadi ketentuan dan kehendak Sang Pencipta.
Adanya malam dan siang, grafitasi bumi, pergantian musim dan lain sebagainya adalah menunjukkan bahwa alam semesta berjalan dalam sebuah system yang lebih dikenal sebagai hukum alam. Sementara hukum sebab akibat yang ada pada manusia dikenal sebagai karma, takdir dan lain sebagainya.
Kesadaran tentang hukum alam yang saling berkait ini sudah ada pada budaya jawa sejak jaman dahulu, mulai dari masa animisme dan dinamisme sampai kemudian ke masa masuknya agama dan kepercayaan kesadaran akan pengaruh alam semesta terhadap manusia ini masih bertahan.
Manusia jawa percaya bahwa mereka tidak hidup ‘sendirian’ di alam semesta ini, mereka percaya bahwa ada ‘kehidupan lain’ yang berdampingan dan berkaitan dengan kehidupan manusia. Kehidupan lain tersebut bisa saja berada di pohon, batu, gunung, laut dan sebagainya yang tampak oleh mata ataupun kehidupan yang tidak terlihat oleh mata, yang kesemuanya bisa berpengaruh terhadap kehidupan manusia.
Keyakinan bahwa alam semesta sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia inilah yang mewarnai budaya jawa sehingga pola hidup tradisional orang jawa adalah selalu selaras dengan alam. Ilmu perbintangan (pawukon), zodiak (weton), petungan, katuranggan, sampai ilmu tentang pusaka menunjukkan bahwa orang jawa selalu berpedoman dengan hukum alam dan selaras dengannya.
Sementara perwujudan akan pengakuan atas eksistensi dan pengaruh alam dalam kehidupan manusia terlihat dari bermacam ritual dan sesaji yang mana pada hakekatnya semua hal tersebut adalah bentuk dari pengakuan bahwa manusia jawa hidup ‘bertetangga’ dengan kehidupan lain di alam semesta ini.
Manakala konsep hidup selaras dengan alam ini mulai luntur dan diingkari maka yang terjadi adalah kehidupan yang tanpa arah. Kehidupan yang menuntut segala sesuatu secara instant memunculkan hidup dalam rasa tertekan yang mengakibatkan banyaknya penyakit, turunnya rasa kepedulian sosial, arogansi, dan depresi dalam masyarakat. Sementara eksplorasi alam yang tidak bijak menyebabkan kerusakan alam di mana-mana yang pada akhirnya menimbulkan berbagai bencana alam.
Lunturnya pola hidup yang selaras dengan alam ini terjadi karena banyak faktor namun yang paling besar pengaruhnya bisa disimpulkan seperti di bawah ini :
1. Karena pengajaran dari nenek moyang orang jawa yang unik dengan berbagai symbol dan kiasan (perlambang dan sanepan) sehingga membuat banyak penafsiran sehingga tak jarang justru penafsiran yang salah yang banyak dipercaya masyarakatnya.
2. Pengaruh masuknya agama dan budaya modern membuat semakin lunturnya konsep hidup selaras dengan alam ini.
Pada masyarakat yang merasa modern menganggap bahwa budaya ini tidak rasional dan tidak ilmiah sehingga dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman. Sementara dikalangan masyarakat agamis konsep ini dianggap bertentangan dengan ajaran agamanya, meskipun sebenarnya hal tersebut dikarenakan pemahaman spiritual yang sangat dangkal.
Kedua faktor tersebut, diakui atau tidak, sangat berperan dalam proses lunturnya konsep kehidupan budaya yang sarat dengan keselarasan terhadap alam.
Ironisnya justru kesadaran untuk hidup selaras dengan alam dan bahwa alam sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia justru mulai tumbuh dan berkembang di negara-negara barat yang lebih dikenal sebagai masyarakat yang mengedepankan rasio dan sektarian. Berbagai teori baru muncul dan meyakini bahwa alam berpengaruh terhadap kehidupan manusia baik dalam membentuk karakter, kehidupan ekonomi dan sosial sesorang. Sebuah teori baru di negara barat yang sudah dijalankan oleh nenek moyang orang jawa selama berabad-abad.
II. Alam semesta.
Dalam pandangan budaya jawa di alam semesta ini terdapat dua alam yang disebut sebagai jagad alit (micro cosmos) dan jagad ageng (macro cosmos). Secara fisik, seperti halnya teori barat, jagad alit (micro cosmos) adalah alam manusia sedangkan jagad ageng (macro cosmos) adalah alam semesta/jagat raya, namun dalam pandangan hakekat atau supranatural jawa sebenarnya adalah kebalikannya bahwa jagad alit (micro cosmos) adalah alam semesta dan jagad ageng(macro cosmos) adalah alam/diri manusia.
Pandangan tersebut dikarenakan bahwa alam semesta ini berjalan menurut takdirnya sebagai contoh : bumi berputar mengelilingi matahari, arah putaran bumi dan kecepatanya berjalan sesuai takdir atau hukum alam, bumi tidak memiliki kehendak untuk berhenti atau berbalik arah misalnya.
Sedangkan kehidupan manusia berjalan atas kehendak, manusia makan, minum dan beraktifitas dalam hidupnya semua berjalan atas kehendaknya sendiri.
Begitulah maka dalam hakekat dan pandangan supranatural jawa bahwa alam atau diri manusia lah sebenarnya yang disebut sebagai jagad ageng (macro cosmos) karena mempunyai kehendak dalam mengatur pergerakannya.
Pandangan ini diperkuat dalam kisah wayang tentang Dewa Ruci, alkisah dalam puncak perjalanan sang Bima untuk mencari Tirta Perwita Sari (air kehidupan) sampailah dia ke dasar samudera dan bertemu dengan Dewa Ruci makhluk kecil merupakan miniatur dirinya yang mana hanya kepada Dewa Ruci ini lah Bima bisa melakukan duduk dan berposisi sembah. Bima pun ragu ketika diperintahkan untuk masuk ke tubuh dewa ruci mengingat tubuh raksasa sang Bima tidak sebanding dengan kecilnya tubuh Dewa Ruci yang hanya sekepalan tangan.
Namun kata Dewa Ruci jangankan tubuh sang Bima,bahkan alam semesta pun bisa masuk ke dalam tubuhnya, dan ketika sang Bima masuk kedalam tubuh Dewa Ruci maka tampaklah olehnya bulan, bintang, matahari serta alam semesta berada bersamanya.
Cerita wayang tersebut menjelaskan tentang makna bahwasanya manusia memiliki kuasa atas pengendalian alam semesta.
III. Bagaimana alam semesta mempengaruhi kehidupan manusia ?
Kedua alam baik jagad alit maupun jagad ageng masing-masing memiliki sifat saling kuasa menguasai atau dalam bahasa jawa disebut dengan istilah wisesa amisesa wus. Keduanya bersifat untuk cenderung menjadi dominan dalam kehidupan, namun demikian jagad alit yang ada dalam diri manusia akan lebih banyak mengontrol sedangkan alam semesta cenderung bersifat merespon karena memang jagad manusia lah yang memiliki kehendak sedangkan alam semesta hanya berjalan sesuai takdir.
Jadi sebenarnya manusia itu sendirilah yang mengatur dan mengendalikan kehidupanya apakah menjadi sedih, gembira, miskin, kaya, beruntung, sial, dan sebagainya, karena alam semesta hanya merespon dan menciptakan situasi sesuai dengan ‘perintah’ yang berasal dari pikiran manusia.
Nah, yang banyak terjadi adalah manusia justru ‘dikuasai’ oleh respon alam karena tidak menyadari bahwa dirinya mengirim sinyal tersebut dan justru menjadi lebih meyakininya sebagai takdir.
Untuk lebih jelasnya saya berikan contoh sebagai berikut :
- Kehidupan di kota besar menuntut orang-orang untuk berfikir, bekerja atau bertindak lebih cepat karena besarnya tingkat persaingan, alam pun merespon pikiran tersebut dan menciptakan situasi dimana orang-orang menjadi lebih agresif dan serba cepat, tekanan akibat situasi yang diciptakan alam ini mendorong dan meyakinkan kembali manusia bahwa memang mereka harus agresif, demikan berulang seperti lingkaran yang tak berujung membuat manusia terjebak dalam situasi yang sebenarnya tercipta karena hasil pikiran sendiri.
- Seorang pengeluh akan selalu menemukan situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan dan membuatnya mengeluh karena dia terjebak dalam sinyal pikirannya sendiri dan meyakini akan respon alam semesta.
- Seorang periang akan selalu menemukan situasi dan kondisi yang menyenangkan yang membuatnya selalu riang gembira karena respon alam semesta membuatnya gembira maka sinyal yang dipancarkan dari pikiranya adalah kegembiraan, demikian berulang kembali sehingga membuatnya menjadi seorang yang periang.
- Jika anda perhatikan sepenggal bait lagu yang berbunyi “ yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” maka fenomena tersebut bisa dijelaskan bahwa orang miskin merasa bahwa dia harus bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan dan merasa dirinya tidak memiliki kekayaan sehingga alam meresponnya dengan membuat situasi dan kondisi dimana dia serba kekurangan serta harus bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan, sementara sebaliknya orang kaya berfikir bahwa dia akan mudah untuk mendapatkan harta dan merasa memiliki kekayaan sehingga alam meresponnya dengan situasi dan kondisi dimana dia akan dengan mudah mendapatkan kekayaan dan selalu dalam kondisi berkecukupan.
Begitulah, dalam bahasa jawa dikenal ungkapan ‘lahir kuwi utusane batin’ apa yang terlihat lahiriah sebenarnya adalah perintah atau suatu perwujudan dari apa yang ada dalam batin / fikiran, jika anda selalu berfikir positif maka anda juga akan mendapatkan hal-hal yang positif demikian sebaliknya.
Nah, jika anda tidak puas dengan kehidupan anda sekarang ini maka mulailah merancang seperti apa kehidupan yang anda inginkan dengan mengubah cara berfikir anda kemudian biarlah alam semesta merespon dan menciptakan situasi dan kondisi sesuai kehendak anda.
IV. Pengendalian Diri.
Tahap awal dalam mengendalikan diri ini adalah mengenal diri pribadi masing-masing mulai dari fisik, supranatural, spiritual, dsb sampai didapat sebuah gambaran tentang ‘sejatining pribadi’, dengan demikian akan disadari tentang tataran dan kapasitas diri.
Dengan mengetahui ‘sejatining pribadi’ maka akan didapat rasa percaya diri yang tepat bukan ‘over convidency’ namun juga bukan minder, ibarat memiliki sebuah komputer kita tahu berapa kapasitasnya sehingga akan jelas bagaimana meng-up grade untuk meningkatkan kemampuannya serta tahu tujuan dan penggunaanya.
A. Ruwat
Ruwatan adalah suatu ritual di jawa yang bertujuan untuk menghilangkan sukerta atau sengkala yang bermakna membuang segala pengaruh buruk pada diri manusia, karena dipercaya ada orang dengan kriteria tertentu yang membawa sukerta tersebut alami sejak lahir. Pada perkembanganya ruwatan juga dilakukan untuk membersihkan pengaruh-pengaruh buruk untuk suatu tempat atau orang-orang yang sedang terkena kesulitan hidup, seperti misalnya jika suatu daerah sering terkena bencana alam, wabah penyakit, atau jika seseorang sering mengalami musibah dan kesulitan ekonomi.
Jika tradisi ritual ruwatan ini masih eksis sampai sekarang tentulah karena memang ritual tersebut telah terbukti merubah kehidupan banyak orang menjadi lebih baik atau setidaknya sudah terbukti menghilangkan atau setidaknya meminimalkan pengaruh-pengaruh buruk yang sering dialami.
Tentu saja banyak pula yang tidak mendapatkan pengaruh apa-apa setelah dilakukan ritual ruwatan namun mungkin jika dibandingkan dengan yang berhasil prosentase nya lebih sedikit.
Apa sebenarnya ritual ruwatan tersebut jika dikaji dalam hubunganya dengan alam semesta, dan mengapa ada yang berhasil dan gagal ?
Hakekat ruwatan sebenarnya adalah mindseting ulang fikiran manusia, dari fikiran bahwa dirinya selalu akan mendapat kemalangan, penyakit, musibah dan sebagainya, untuk itulah maka istilah yang dipakaiadalah ‘dibersihkan’ artinya adalah membuang semua fikiran-fikiran negatif tentang kehidupan pribadi dan memulai dengan mindset baru. Jika kemudian ada yang berhasil karena mereka bisa meninggalkan mindset yang lama sehingga respon alam berupa situasi dan kondisi yang buruk tidak lagi berlaku karena telah diganti dengan ‘kehendak’ baru yang akan membuat alam semesta merespon dengan situasi dan kondisi sesuai mindset yang baru, sementar kebanyakan yang gagal adalah karena masih meyakini mindset lama dan tidak mampu meyakini perubahan yang diinginkan.
Jika anda ingin kehidupan yang lebih baik maka anda perlu diruwat, perbaharui mindset anda agar mendukung keinginan anda. Maka anda pun akan terkondisi dengan prilaku dan situasi yang membawa anda menuju keberhasilan tujuan anda. Bebaskan diri dari rasa ketakutan & kekhawatiran yakinlah dalam mencapai tujuan seperti sebuah anak panah yg lepas dari busurnya yg tdk akan berhenti sebelum mencapai titik sasaran
Laku
Laku dan tirakat adalah cara orang jawa dalam berusaha mencapai suatu keinginan mulai dari keinginan akan suatu ilmu, kekayaan, kesaktian, pangkat, rejeki dan sebagainya yang merupakan keinginan orang dalam hidup. Namun laku ini bukan lah suatu usaha yang berhubungan dengan keinginan tersebut tetapi lebih cenderung ke arah spiritual atau keyakinan.
Banyak macam orang dalam menjalani laku mulai dari puasa, tidak tidur, berendam di sungai, sampai kepada ritual yang aneh dan tidak masuk logika orang modern yg lain, yang kesemuanya bertujuan agar apa yang menjadi harapan mereka bisa tercapai.
Jika di aplikasikan pada jaman sekarang pastilah akan terasa berat untuk tidak tidur atau berpuasa selama 7 atau 40 hari penuh tanpa makan, sementara kewajiban atas pekerjaan dan aktifitas sehari hari menuntut orang untuk tetap fit dan dalam kondisi yang prima.
Jika demikian apakah konsep tentang laku ini sudah tidak relevan lagi dengan kondisi jaman sekarang ataukah masih perlu untuk dijalankan?
Jawabanya adalah Ya, anda masih perlu menjalankan laku, karena konsep tentang laku ini masih harus dijalankan dengan menyesuaikan perubahan jaman.
Hakekat laku adalah upaya dalam menjaga agar tetap fokus pada mindset dan tujuan, dengan demikian akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu tetap dalam arah yang membangun tercapainya tujuan. Sebagai contoh misalnya ada orang yang menginginkan kekayaan maka dengan menjalankan laku dia akan menjauh dari tindakan pemborosan atau berfoya-foya dan kemudian akan cenderung hidup berhemat serta bekerja lebih keras. Jika anda ingin sukses dalam karir maka jadikanlah pekerjaan adalah laku anda sehingga mendorong anda bekerja lebih profesional, jujur dan disiplin dengan demikian anda akan terhindar dari kebiasaan dan etos kerja buruk yang dapat menghancurkan karir anda.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang membuat orang berhasil mencapai tujuannya dengan menjalankan laku adalah bukan karena bentuk ritualnya melainkan karena mereka akan cenderung tetap fokus kepada apa yang menjadi tujuan sehingga segala sesuatu yang dikerjakan akan terkondisi pada arah untuk mencapai tujuan. Jika kita ambil hubunganya dengan pemahaman tentang alam semesta maka laku akan memperjelas visualisasi tujuan yang terekam dalam memori otak kita sehingga respon alam semesta akan lebih cepat diterima.
Jika anda ingin sukses dalam mencapai tujuan maka jalankan laku dengan cara tetaplah fokus pada keinginan untuk mencapai tujuan tersebut.
Mekanisme kehendak
Tindakan manusia dikendalikan oleh 3 unsur yang terdapat dalam fikiran yaitu cipta, rasa dan karsa, agar tercapai semua tujuan atau cita-cita maka ketiganya haruslah selaras.
Cipta.
Adalah akal fikiran manusia atau semua yang bisa ditangkap oleh panca indera sehingga bentuk dan visualisasinya jelas.
Rasa.
Adalah hati nurani yang mengendalikan semua perasaan manusia seperti marah, sedih, gembira, semangat, lesu dan sebagainya.
Karsa
Adalah keinginan atau bagian yang menggerakkan manusia untuk mencapai keinginannya.
Sebagai gambaran bagaimana ketiga unsur ini berjalan adalah sebagai berikut :
- Keinginan untuk minum misalnya, berawal ketika panca indera kita merespon suhu panas atau gerah yang ditangkap cipta kita sehingga membuat rasa merespon suasana haus dan menggerakkan karsa untuk keinginan minum.
- Namun untuk aktifitas atau tujuan yang besar dan tidak bisa spontan sering kali ketiga unsur tersebut tidak selaras sehingga tujuan menjadi tidak tercapai. Sebagai contoh misalnya seseorang berkeinginan untuk meraih sukses, cipta atau visualisasi keinginan yang ditangkap pertama kali mungkin jelas, dan rasa maupun karsa pada saat tersebut mungkin juga merespon positif namun dalam perjalanan waktu karena benturan kesulitan dan persoalan yang ditangkap oleh cipta pada berikutnya akan menggoyahkan keyakinan dalam rasa sehingga berpengaruh pada karsa atau keinginan yang memudar sehingga akhirnya tujuan tidak tercapai.
Jadi jelas bahwa untuk mencapai tujuan maka ketiga unsur tersebut haruslah selaras yang pada akhirnya arah dan tujuan akan tetap fokus dan jelas sehingga akan menciptakan respon dari alam semesta yang mendukungnya.
Dari ketiga unsur tersebut rasa berperan sangat penting karena rasa adalah jembatan antara cipta dan karsa, rasa adalah keyakinan yang menjembatani antara kenyataan dan harapan. Selain daripada tersebut karena cipta atau fikiran yang ditangkap sangatlah banyak sehingga akan susah mengontrolnya satu persatu, sedangkan rasa berhubungan dengan suasana hati sehingga akan lebih mudah dalam mengontrol namun demikian keyakinan yang ada pada rasa akan sangat berpengaruh pada semuanya, itulah sebabnya banyak sekali metoda atau cara dalam mengolah rasa.
Narimo ing pandum lilahing Gusti
artinya ‘menerima/ikhlas atas apa yg diberikan Tuhan’, narimo ing pandum bukan berarti cuma pasrah akan apa yg terjadi, tetapi suatu sikap batin dimana kita ikhlas menerima apapun yg terjadi setelah kita melakukan upaya dan ikhtiar.
Sikap narimo ini akan membuat kita merasa ’selalu berkecukupan’ dan tidak akan lelah untuk mencapai yang lebih, karena usaha dan perjuangan yg dilakukan untuk mendapatkan peningkatan (materi maupun spiritual) bukan berdasarkan nafsu dan ambisi tetapi sebagai sebuah laku atau kewajiban manusia dalam hidup.
kalau kata ahli agama kita harus selalu bersyukur atas anugerah Tuhan, kalau kata ahli mind power jika kita selalu berfikir bahwa kita ‘berkecukupan’ maka alam akan merespon dan menciptakan kondisi kita menjadi ‘berkecukupan’. orang jawa bilang : narimo ing pandum.
Sapa weruh ing panuju, sasat sugih pager wesi
Setelah diruwat, dibersihkan dari anasir-anasir yg negatif, kekuatiran, ketakutan dan ketidak yakinan menjadi sirna lalu apa berikutnya ?
Tetapkan tujuan !
Tanpa tujuan, perjalanan hanya akan berputar mengikuti waktu.
Tanpa tujuan, hidup tidak akan memiliki arah yang pasti.
Sapa weruh ing panuju (siapa yg tau akan tujuan hidupnya) sasat sugih pager wesi (seolah-olah punya (banyaK) pagar besi yg melindungi).
Siapapun yg konsisten dalam meraih tujuan pasti tidak akan tergoda oleh segala hal yang akan menggagalkan atau memperlambat tercapainya tujuan tsb.
Karena tujuan itulah yg akan ‘memagari’ dari pengaruh-pengaruh yg mengagalkannya.
Jangan hanya menggantungkan cita-cita setinggi langit tapi yakinkan dan berusahalah untuk mencapainya..perjalanan panjang bukan lah satu kali lompatan besar, namun terdiri dari ribuan langkah-langkah kecil.
By Alang Alang Kumitir